KATA PENGANTAR
Segala
puji hanya milik
Allah SWT. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan
dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Agama Islam.
Agama
sebagai sistem kepercayaan
dalam kehidupan umat
manusia dapat dikaji
melalui berbagai sudut
pandang. Islam sebagai
agama yang telah
berkembang selama empat
belas abad lebih
menyimpan banyak masalah
yang perlu diteliti,
baik itu menyangkut
ajaran dan pemikiran
keagamaan maupun realitas
sosial, politik, ekonomi
dan budaya.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang tajdid dan tajrid. Makalah ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen mata kuliah saya
meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah
saya di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca.
Tangerang,
16 November 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Saat
ini, amalan-amalan dalam agama Islam di Indonesia banyak mengalami percampuran
dengan budaya Hindu-Budha. Hal ini menyebabkan melencengnya amalan-amalan yang
diajarkan Al-Qur’an dan perilaku Nabi Muhammad S.A.W yang tertuang dalam
hadist. Namun pada saat ini hadist-hadist yang adapun banyak yang diragukan.
Karena
dahulu saat penyebaran agama Islam, masyarakat Indonesia sudah mengenal
kepercayaan Hindu-Budha yang telah menyebar lebih dahulu. Kemungkinan
percampuran budaya dapat terjadi, karena para pendahulu mungkin bersiasat untuk
menyelipkan sedikit budaya yang sudah tertanam dalam kehidupan bangsa untuk
menyebarkan agama Islam.
B. Rumusan
Masalah
Dalam
penulisan makalah ini, penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan makalah
sehingga materi tidak keluar dari yang akan dibahas:
1.
Pengertian Tajdid dan Tajrid
2.
Model Tajdid dan Tajrid yang dilakukan
oleh organisasi Muhammadiyah
3.
Model gerakan keagamaan Muhammadiyah
4.
Makna gerakan keagamaan Muhammadiyah
C. Tujuan
Penulisan
Dengan
makalah ini diharapkan mahasiswa mampu:
1.
Memahami pengertian tajdid dan takhrij
2.
Mengetahui gerakan apa yang dilakukan
organisasi Muhamadiyah dalam melakukan tajdid dan tajrid
3.
Mengetahui model gerakan keagamaan Muhammadiyah
4.
Mengetahui makna dari gerakan keagamaan
Muhammadiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tajdid dan Tajrid
Tajdid
adalah kata yang diambil dari bahasa Arab yang berkata dasar "Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan" yang
artinya memperbarui. Kata ini kemudian dijadikan jargon dalam gerakan pembaruan
Islam agar terlepas dari Bid'ah, Takhayyul dan Khurafat. At-Tajdid menurut
bahasa, maknanya berkisar pada menghidupkan, membangkitkan dan mengembalikan.
Makna-makna ini memberikan gambaran tentang tiga unsur yaitu keberadaan sesuatu
kemudian hancur atau hilang kemudian dihidupkan dan dikembalikan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata
tajdid memiliki arti pembaruan, modernisasi, restorasi. Adapun
secara istilah, sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Syatibi, seperti dikutip
oleh Syaikh Alawi, tajdid berarti menghidupkan ajaran Quran dan Sunnah yang
telah banyak ditinggalkan umatnya, dan memurnikan pemahaman dan pengamalan
agama Islam dari hal-hal yang tidak berasal dari Islam. ( Alawy bin Abdul Qadir
As Saqaf, 2001: 22 ).
Dengan
beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa tajdid adalah
mengembalikan ajaran agama Islam kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena
sekarang ini ajaran Islam mengalami penyimpangan dan pencampuran dengan
pemahaman yang bukan berasal dari Islam.
Sedangkan
Tajrid, berasal dari bahasa Arab berarti pengosongan, pengungsian, pengupasan,
Pelepasan atau pengambil alihan.
(Atabik Ali, 1999:410). Sedangkan tajrid dalam bahasa Indonesia berarti
pemurnian. Istilah ini, tidak se populer ketika menyebut istilah tajdid,
sekalipun yang dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal yang bersifat husus. Dalam
ibadah kita tajrid, hanya ikut Nabi saw. dan tidak ada pembaruan. Sedang dalam muamalah kita
tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaruan.
B. Model-model
Tajdid dan Tajrid Yang Dilakukan Muhammadiyah
1.
Model-model tajdid
Secara garis besar, prinsip dasar
pembaharuan Islam termasuk Muhammadiyah setidaknya terdapat dua unsur yang
saling berkaitan. Pertama, seruan terhadap skriptualisme (Al-Qur'an dan Sunnah)
dengan menekankan otoritas mutlak teks suci dengan menemukan substansi ajaran
baik yang bersifat aqidah maupun dengan penerapan praksisnya. Kedua, upaya
untuk mereinterpretasi ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan pemahaman-pemahaman
baru seiring dengan tuntutan zaman yang kontemporer.
Dalam kaitan dengan pembaharuan
(tajdid), terdapat lima agenda penting yang menjadi fokus Muhammadiyah dengan
melakukan gerakannya, yaitu:
a)
Tajdid al-Islam yang menyangkut
tandhifal-aqidah yaitu purifikasi terhadap ajaran Islam (Sujarwanto 1990:
232).Tandhifal-aqidah ini berusaha untuk membersihkan ajaran-ajaran Islam dari
unsur takhayul, bid’ah dan khurafat (TBC).
b)
Pembaharuan yang menyangkut masalah
teologi. Dalam bidang teologi, Muhammadiyah sudah sewajarnya untuk mengkaji
ulang konsep-konsep teologi yang lebih responsif dan tanggap terhadap persoalan
zaman. Pembaharuan yang dilakukan adalah untuk membicarakan persoalan-persoalan
kemanusiaan, di samping persoalan-persoalan ke-Tuhanan.
c)
Karena Islam menyangkut persoalan dunia
dan akherat, ideologi dan pengetahuan serta dimensi yang menyangkut kehidupan
manusia, maka tajdid diorientasikan pada pengembangan serta peningkatan
kualitas kemampuan sumber daya manusia (Islam).
d) Pembaharuan
Islam menyangkut organisasi. Gerakan umat Islam harus rapi, terorgansir dan
memiliki manajemen yang professional, sehingga mampu bersaing dengan yang
lainnya.
e)
Pembaharuan dalam bidang etos kerja.
Point ini juga menjadi focus perhatian Muhammadiyah karena etos kerja umat
Islam saat berdirinya Muhammadiyah sangat rendah.
Sehingga berdasar BRM nomor khusus
“Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih” XXII: 47, menyebutkan bahwa gerakan tajdid
merupakan karakter bagi organisasi Muhammadiyah.
2.
Model-model tajrid
a)
Dalam bidang kepercayaan dan ibadah,
muatannya menjadi khurafat dan bid’ah. Khurafat adalah kepercayaan tanpa
pedoman yang sah dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Hanya ikut-ikutan orang tua atau
nenek moyang. Sedangkan bid’ah biasanya muncul karena ingin memperbanyak ritual
tetapi pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga yang dilakukan adalah bukan
dari ajaran Islam. Misalnya selamatan dengan kenduri dan tahlil dengan
menggunakan lafal Islam.
b)
Realitas sosio-agama yang dipraktikkan
masyarakat inilah yang mendorong Ahmad Dahlan melakukan pemurnian melalui
organisasi Muhammadiyah. munawir Syazali mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah
gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam dari semua unsur
singkretis dan daki-daki tidak Islami lainnya
C. Model
Gerakan Keagamaan Muhammadiyah
1.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
2.
Muhammadiyah sebagai gerakan Dakwah
Islam
3.
Muhammadiyah sebagai gerakan Tajdid
D. Makna
Gerakan Keagamaan Muhammadiyah
Berdasarkan
model gerakan keagamaan Muhammadiyah, gerakan-gerakan tersebut memliki makna,
seperti:
1.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, hal
ini didasari pada Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Didalam MAMD terdapat
beberapa unsur yang mendasari setiap kegiatan organisasi Muhammadiyah, dan
sebagai gerakan Islam hal ini didasar oleh Surat Ali-Imran ayat 104. Didalam
surat Ali-Imran ayat 104 yang memiliki arti “dan hendaklah ada diantara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.
Tegasnya,
gerakan Muhammadiyah hendak berusaha menampilkan wajah Islam dalam wujud yang
riel, kongkrit, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh
umat sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin.
2.
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
Islam, masih didasarkan pada Surat Ali-Imran ayat 104 maka Muhammadiyah
meletakan khittah atau strategi dasar
perjuangannya, yaitu dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat
sebagai medan atau kancah perjuangannya. Untuk mencapai setiap lini dalam
masyarakat, organisasi Muhammadiyah memiliki 7 organisasi otonom yang mewakili
setiap lini.
3.
Muhammadiyah sebagai gerakan Tajdid,
seperti yang dibahas diatas bahwa Tajdid merupakan watak dari organisasi
Muhammadiyah. Organisasi Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, berupaya
melakukan koreksi dan evaluasi pemikiran manusia agar sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan zaman dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip
Islam.
E.
Gerakan Tajdid 100 Tahun Kedua
Perkembangan gerakan Muhammadiyah
saat ini secara fisik dan kuantitatif sudah menunjukkan peningkatan yang sangat
pesat. Secara organisatoris struktur organisasi Muhammadiyah telah tersebar di
hampir seluruh penjuru tanah air, bahkan belakangan mulai marak perkembangannya
di manca negara dalam bentuk Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM).
Dari sisi amal usaha perkembangannya
juga tidak kalah menggembirakan. Meskipun banyak sekolah Muhammadiyah yang
tutup, tetapi pertumbuhan amal usaha di berbagai bidang terutama di bidang
pendidikan dan kesehatan terus mengalami peningkatan.
Munculnya semangat untuk mendirikan
amal usaha ini disatu sisi merupakan sebuah fenomena yang menggembirakan,
tetapi disisi lain juga memprihatinkan. Hal ini terjadi karena meskipun secara
kuantitatif gerakan Muhammadiyah mengalami pertumbuhan yang terus meningkat, tetapi
banyak pihak yang menilai ruh gerakan Muhammadiyah justru nampak semakin
memudar. Amal usaha yang pada awalnya didirikan dengan orientasi kemanusiaan
untuk menolong kesengsaraan umum sekarang lebih cenderung berorientasi material
dan finansial.
Kemandirian yang dulu menjadi ciri
utama lembaga-lembaga yang didirikan oleh Muhammadiyah sekarang juga nampak
mulai melemah. Sehingga kemudian muncul anekdot yang menyatakan bahwa saat ini
amal usaha Muhammadiyah telah kehilangan “amalnya,” yang menonjol hanya “usahanya”
saja.
Muhammadiyah
memandang tajdid sebagai salah satu watak dari ajaran Islam. Tajdid dalam
pandangan Muhammadiyah memiliki dua dimensi, yaitu dimensi pemurnian
(purifikasi) dan dimensi peningkatan, pengembangan, modernisasi atau yang
semakna dengan itu (dinamisasi). Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan
sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada
Al-Qu’ran dan As- Sunnah Ash-Shahihah sedangkan dalam pengertian “peningkatan
atau pengembangan” tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan dan
perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah Ash-Shahihah.
Beberapa tahun belakangan ini kritik
maupun otokritik mengenai stagnasi gerakan tajdid Muhammadiyah berhembus
semakin kencang. Suara-suara kritis tersebut hampir senada menyatakan bahwa
gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammadiyah selama hampir satu abad
ini telah mengalami stagnasi dan belum beranjak dari ide-ide besar KH Ahmad
Dahlan. Gagasan-gagasan seperti pelurusan arah kiblat, shalat hari raya di
lapangan terbuka, khutbah jum’at dengan bahasa Indonesia atau bahasa daerah
yang dirintis oleh generasi awal Muhammadiyah dan tercatat dalam
keputusan-keputusan permusyawaratan di awal berdirinya Muhammadiyah, saat ini
sudah dianggap suatu hal yang biasa.
Gagasan pendirian sekolah Islam
modern, rumah sakit, rumah miskin dan rumah yatim yang dulu dikecam, dicemooh
dan menjadi bahan tertawaan, sekarang sudah banyak diikuti dan diteruskan
dengan lebih baik oleh organisasi-organisasi Islam lain. Pertanyaannya kemudian
apakah ini merupakan sinyal bahwa tugas pembaharuan Muhammadiyah sudah selesai
dan selanjutnya akan digantikan oleh organisasi lain? Ataukah Muhammadiyah
masih bisa menunjukkan jati diri sebagai gerakan tajdid setelah melewati siklus
100 tahun dari awal kelahirannya? Tentu ini pertanyaan yang tidak mudah untuk
dijawab. Jawabannya terletak pada kemampuan Muhammadiyah untuk memunculkan
gagasan-gagasan pembaharuan jilid kedua yangbukan hanya melampaui gagasan KH
Ahmad Dahlan tetapi juga mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang
dihadapi umat manusia saat ini dan di masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tajdid adalah
mengembalikan ajaran agama Islam kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena
sekarang ini ajaran Islam mengalami penyimpangan dan pencampuran dengan
pemahaman yang bukan berasal dari Islam, sedangkan tajrid berarti pengosongan,
pengungsian, pengupasan, pelepasan atau pengambil alihan.
Sebagai umat Islam,
kita harus terus melaksanakan pembaharuan, agar konteks Islam sesuai dengan
tuntunan jaman dengan tanpa menghilangkan konteks agama Islam itu sendiri
sehingga Islampun mampu menjawab tantangan jaman.
B.
Kritik dan Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis
menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan. Oleh sebab itu penulis akan sangat
berterima kasih bila pembaca memberikan kritik dan saran untuk kemajuan penulis
dan perbaikan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar